Saturday 4 November 2017

'Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai' is full with the passion of a mother


What a long-ass movie title. Terjemahan literalnya kurang-lebih berbunyi, "Love that is so hot it makes hot water bubbles". Anjer. Panjang bener. Bahkan judul international release pun terbilang sama uniknya, cuma sedikit lebih pendek: Her Love Boils Bathwater. Film ini termasuk salah satu dari 20-an judul yang ditayangkan di bioskop CGV Grand Indonesia sepanjang event Japanese Film Festival 2017, dan sebentar lagi saya akan mengulas kenapa Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai merupakan sebuah karya yang layak ditonton semua orang. Termasuk kalian yang secara ajaib berminat membaca tulisan saya. Saat review ini diposting, jadwal screening hanya tersisa hari Senin, 6 November 2017 pukul 21:10, dan satu-satunya harapan yang saya miliki adalah akan ada lebih banyak pihak yang bersedia membeli tiket penayangan terakhir itu.

Tidak ada ekspektasi apa-apa di benak saya ketika memutuskan menonton Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai. Motivasi saya dangkal: mau lihat mas Odagiri Joe. I'm such a shallow girl, I know. Meskipun demikian, menit demi menit saya makin dibawa tenggelam ke dalam kisah keluarga Sachino yang disingkap tanpa tergesa-gesa, tenang, tapi tidak klular-klulur alias lambat. I left the studio with warmth sensation filling my heart and an incredible urge to call my mom as soon as possible. Oke. Seperti biasa, saya akan mulai ulasan dengan mengisahkan sekelumit alur cerita.


Sachino Futaba (diperankan dengan brilian oleh Miyazawa Rie) hidup sebagai single mother bersama anak perempuannya dan harus bekerja keras demi menafkahi hidup mereka. Mau bagaimana lagi... suami Futaba, Kazuhiro (yang dimainkan cem-ceman saya, Odagiri Joe) kabur dari rumah sejak setahun lalu dan nggak pulang-pulang, nggak pernah kirim kabar, nggak ketahuan mana rimbanya. Bang Toyib banget lah. Keluarga kecil Sachino tinggal di sebuah rumah pemandian yang sempat diwariskan turun-temurun, tapi lama-kelamaan mangkrak, tidak beroperasi lagi. Putri Futaba, Azumi (Sugisaki Hana), adalah remaja pemalu, introvert, tidak punya kawan dekat di sekolah sehingga menjadi sasaran bulan-bulanan geng cewek-cewek sok yes yang gemar menindas 'siswi lemah'. Untung Futaba memiliki hubungan yang kuat dengan Azumi, sehingga kedekatan batin itu cukup membantu Azumi menetralisir perasaan tertekannya di SMA. At least, to some extent.

Pengumuman pemandian tutup di depan pintu.

Ibu yang baik tuh nyisirin dan nge-style rambut anaknya, bukan minta disisirin melulu.

Suatu hari, Futaba pingsan tiba-tiba di tempat kerja. Hasil pemeriksaan rumah sakit menunjukkan bahwa ternyata Futaba mengidap kanker kronis. Terminal cancer, di mana pengobatan sudah tidak menjadi pilihan yang mungkin dijalani. Bahkan menurut kata dokter, perkiraan hidup Futaba hanya tinggal dua bulan lagi. Untung-untung ya tiga bulan. Demi apa. Padahal selama ini Futaba merasa sehat dan tidak ada yang aneh dengan kondisinya... karena semua gejala-gejala yang dialaminya cenderung dia sepelekan. Futaba pun memutuskan hendak mendedikasikan sisa hidup yang dia miliki untuk melakukan sejumlah hal, menyelesaikan perkara-perkara tertunda, serta merancang rencana-rencana agar Azumi tidak akan menderita meski sepeninggalnya. Contoh? Mencari ke mana perginya si suami berengsek modal ganteng doang yang minggat seenak jidat, berusaha membangkitkan keberanian dan kepercayaan diri Azumi, hingga mengoperasikan kembali pemandian air panas keluarga Sachino yang mati suri.

Futaba ngeletek kertas pengumuman pemandian ditutup.

Menyaksikan Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai rasanya bagaikan duduk di atas sofa empuk, kaki dinaikin, sembari membungkus diri dengan selimut tebal dan menyeruput segelas susu panas dalam ruangan dingin. Hangat. Nyaman. Comfort zone yang sederhana. Betapa Futaba, sebagai seorang perempuan, ibu, sekaligus businesswoman (in some ways), mengambil banyak sikap-sikap tegas yang didasari selflessness luar biasa. Satu-satunya hal yang dilakukan Futaba untuk melampiaskan emosi pribadinya adalah―spoiler alert??―menabok kepala Kazuhiro dengan sendok sayur saat berhasil menemukan suami cap kampret itu. This movie speaks volumes on how much strength, kindness, passion, forgiveness, and unconditional love someone can have even with so many limitations. Even when going straight towards an impending death.


Its awesomeness level is definitely worth a 9 out of 10. Saya jatuh cinta dengan sinematografi Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai, yang alih-alih menyuguhkan shot-shot nan Instagram-worthy, justru memilih memberikan kesan down-to-earth khas kehidupan sehari-hari. Akting Miyazawa Rie sebagai Sachino Futaba boleh dibilang tanpa cela. Every single inch of her―her gestures, her facial expressions, her eyes―conveys her feelings, the hardships she's going through, and her steel-hard determination not to fall into despair. Tidak kalah dari Miyazawa, aktris muda Sugisaki Hana membawakan Sachino Azumi dengan sangat meyakinkan. Sumpah. It's nice, and refreshing beyond belief, to see someone manages to portray a regular high schooler whose daily life revolves more around her own little family. Character gap yang ditunjukkan saat di sekolah dan di rumah pun terasa sangat nyata.

Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai is neither about a perfect family nor a perfect life. If anything, it's about hard work and efforts; that familial bond is not something you are simply born with, but it's something you weave carefully day after day, years after years. The plot develops before you in all its sincerity and humility, resulting in a gorgeously crafted piece that purposely encapsulates moving human experience without being preachy, or worse, soppy.

Silakan saksikan pemutaran terakhir Yu wo Wakasu Hodo no Atsui Ai di JFF 2017. Sekarang, berhubung ulasan ini sudah selesai dibuat, saya mau undur diri. Saatnya telepon ibu.

z. d. imama

No comments:

Post a Comment